Ticket to Paradise, Cara Cerdas 'Lari' dari Gerombolan Hantu

 

Ticket to Paradise, Sebuah Cara Cerdas 'Lari' dari Gerombolan Hantu

Bersama Avatar, Ticket to Paradise seolah tengah digempur kalangan hantu, Jailangkung (Sandekala), Jagat Arwah dan tetek bengek lainnya. Tapi, ia menjadi pelarian yang romantis sekaligus cerdas dari hantu-hantu jadul itu.

Ticket to Paradise juga seolah jadi semacam reunion dengan Julia Roberts secara lokal dengan Bali dengan Indonesia lewat film sekeren Eat Pray Love (2010).

Ticket to Paradise Besutan Sutradara Ol Parker

Apalagi sutradara Ol Parker yang memang spesialis film komedi romantis, punya alur yang relatif ringan tapi punya nilai yang amat berbobot, sebut saja Mamma Mia! (2018), Imagine Me & You (2005), Now is Good (2012) etc..etc.

Pemainnya selain Julia Roberts, ada pula sang ocean, George Clooney yang jadi kombinasi menarik dengan Julia yang sama-sama berjodoh dengan romantisasi dan komedi.

Usia mereka melampaui kisah-kisah cinta di tiap film yang mereka perankan. Jadi, film Ticket to Paradise ini bakal benar-benar menjanjikan perjalanan romantis menuju surga.

Baca Juga: Efektivitas Blog untuk Bisnis Online

Ticket to Paradise Perpaduan Jalan Cerita yang Menarik dan Budaya Bali yang Menawan

Berpadu dengan budaya Bali yang eksotis, baik alur, pemeran hingga latar film ini bakal jadi seru, lucu dan menghibur. 

Temanya pula lebih tentang keseharian, pasangan kekasih, eks pasangan suami istri yang semula saling membenci, memaki kemudian bersatu dengan cara-cara yang natural sekaligus lucu.


Ticket to Paradise, Sebuah Cara Cerdas 'Lari' dari Gerombolan Hantu

Baca Juga: Sayap-Sayap Patah, Sebuah Jeda di Belantara Sambo

Sinopsis Ticket to Paradise

Sepasang mantan suami dan istri (George Clooney dan Julia Roberts) berusaha menggagalkan rencana pernikahan anak mereka, Lily Cotton (Kaitlyn Dever)  dengan Gede (Maxime Bouttier) seorang lelaki yang berasal dari Bali, Indonesia. 

Upaya ini dilakukan mereka hanya agar putri mereka tak ikut mengulangi kesalahan yang pernah mereka alami, menikah lima tahun dan kemudian bercerai.

Awalnya, kedua pasang mantan suami dan istri tersebut bertemu di pesawat yang akan membawa mereka ke Bali. 

Saat sang suami David Cotton ternyata mendapat nomor kursi yang bersebelahan dengan mantan istrinya, Georgia Cotton spontan saja keributan terjadi di dalam pesawat, rusuh tapi juga lucu, ketika keduanya saling menyindir, mengejek dan apapun untuk sebuah pembenaran sepihak.

Di sisi lain, Lily anak mereka yang memiliki kecenderungan karakter yang mirip dengan ibunya yang memilih melepas karir demi menikah dengan sosok lelaki yang ia cintai membuat David khawatir, perjuangan itu bakal sia-sia.

Entah bagaimana David dan Georgia kemudian sepakat menggagalkan rencana putri mereka ini.

Kesedihan yang masih ada pasca-perceraian mereka yang menjadi faktor pendukung aksi pemisahan sang anak dengan lelaki itu. 

Keduanya benar-benar tidak setuju dengan rencana sang anak perempuan. 

Ketika tiba di Bali, Lily yang khawatir dengan perangai kedua orang tuanya yang bak kucing dan anjing, dan meminta mereka agar menjaga adab dan sikap, serta tidak berkomentar kasar karena Bali identik dengan kebudayaan dan religiusitas yang amat kental. 

Aksi David dan Georgia untuk menggagalkan pernikahan itu bahkan dilakukan dengan mencuri cincin pertunangan yang pada akhirnya diketahui oleh sang anak.

Belakangan, misi utama David dan Georgia malah buyar seiring dengan keindahan budaya Bali yang pada akhirnya membuat mereka jatuh cinta pada Bali, mereka bahkan larut dalam acara dan berbaur bersama warga termasuk ikut memanen padi.

Tak hanya itu, rasa cinta antar keduanya juga perlahan mulai tumbuh. Akan halnya dengan dengan Gede, kekasih sang putri yang semula dianggap bakal mengganggu masa depan putri mereka justru kian akrab.

Baca Juga: Menjadi Nasabah Bijak, Solusi Lindungi Diri dari Kejahatan Siber

Ticket to Paradise sebuah Jeda Paling Romantis Diantara Horor yang Bikin Muak

Ticket to Paradise adalah jeda dari gerombolan hantu usang yang tak henti-hentinya membuat teror di layar-layar bioskop Indonesia hanya demi menjaga euforia tak perlu untuk menangguk untung dari film berbujet rendah layaknya film hantu pada umumnya.

Menggelimangnya film-film horor saat ini nyaris diapresiasi dari segi capaian penontonnya tapi terasa lebih memuakkan, ia bahkan terasa seperti berusaha mengalahkan dominasi drakor yang sudah seperti virus, menjalar kemana-mana.



Posting Komentar

Terima kasih karena telah berkenan memberikan komentar yang membangun untuk blog ini

Lebih baru Lebih lama