Suburnya pinjol ilegal di Indonesia seolah menjadi dilema tersendiri.
Meski berulangkali ditindak oleh aparat kepolisian maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) namun maraknya pinjol ilegal seperti tak pernah berhenti. Ibarat, ditutup satu tumbuh seribu.
Di sisi lain, keberadaan pinjol ini kian dilema mana kala masyarakat juga membutuhkan eksistensi pinjol ilegal ini untuk memenuhi kebutuhan finansial secara instan dengan syarat yang mudah.
Ini juga berlaku bagi masyarakat yang tidak bisa meminjam di pinjaman online resmi maupun sektor perbankan karena masuk dalam blacklist akibat menunggak pinjaman sehingga mau tak mau mereka beralih ke pinjol ilegal untuk memenuhi kebutuhan dana segar secara cepat.
Pinjol Ilegal Dicari dan Dihindari
Diakui atau tidak, keberadaan pinjol ilegal ibarat dua sisi mata uang yang saling berlawanan.
Pinjol ilegal dibutuhkan saat masyarakat membutuhkan dana secara cepat dengan syarat yang mudah.
Namun kemudian dihindari oleh masyarakat saat mereka tidak mampu membayar pinjaman atau gagal bayar (galbay).
Kejamnya Teror Debt Collector Pinjol Ilegal
Sisi hitam lain dari keberadaan pinjol ilegal, selain beban bunganya yang tinggi adalah keberadaan debt collectornya yang terkenal amat kejam.
Para penagih hutang ini bahkan melakukan aksi teror dengan berbagai cara, mulai dari teror psikis hingga fisik.
Dalam beberapa kasus, aksi penagih hutang ini bahkan berujung pada depresi oleh korbannya yang memicu terjadinya aksi kekerasan maupun bunuh diri.
Telah banyak kasus teror penagih hutang pinjol ilegal yang membuat banyak korban merasa diteror seperti penyebaran data pribadi di media sosial maupun didatangi langsung ke rumah korban.
Tak hanya itu saja, masyarakat yang tak tahu menahu pun ikut terkena dampaknya sebagai ekses dari akses daftar kontak yang terekam dalam aplikasi pinjol ilegal yang tak luput dari teror.
OJK Hentikan Operasional Ribuan Pinjol Ilegal
Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Munawar Kasan, menjelaskan bahwa hingga saat ini, OJK melalui Satgas Waspada Investasi (SWI) telah menghentikan lebih dari 4.160 entitas pinjol ilegal.
Beberapa pinjol ini bahkan sudah mendapat sangsi hukum oleh aparat kepolisian mulai dari penggerebekan markas pinjol ilegal hingga penangkapan para penagih hutang.
Pinjol Ilegal seperti Tak Ada Habisnya
Meski begitu, keberadaan pinjol ilegal seakan tidak ada habisnya karena jumlahnya yang terus bertambah banyak. Ia bahkan mengibaratkan pinjol ilegal seperti monster, mati satu tumbuh dua, tumbuh seribu.
Itu sebabnya, masyarakat termasuk para guru diimbau agar lebih berhati-hati dalam memilih platform pinjaman online dengan hanya meminjam di platform penyelenggara jasa pinjaman online yang sudah memiliki izin dari OJK.
Masyarakat juga diimbau agar bijak saat mengajukan pinjaman, misalnya, hanya meminjam untuk keperluan produktif atau mendesak dengan memperhatikan kemampuan untuk membayar.
Saat ini, OJK pun telah memperkuat regulasi dengan menghadirkan POJK 10/2022 untuk meningkatkan kualitas penyelenggara pinjaman online, serta mempersempit ruang bertumbuhnya pinjol ilegal.
Pinjol Ilegal Rusak Industri Pinjaman Online
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah mengungkapkan bahwa maraknya pinjol ilegal sangat meresahkan karena memberikan dampak negatif tidak hanya kepada masyarakat tetapi juga dapat merusak industri pinjaman online berizin sebagai pemberi akses keuangan bagi masyarakat unbanked dan underserved.
Terhitung per Juli 2022, jumlah penyaluran pinjaman industri fintech pendanaan telah mencapai Rp416 triliun, dengan jumlah borrower mencapai 86,36 juta rekening penerima pinjaman, dan 928 ribu lender, baik entitas maupun individu.
Kemudian untuk outstanding pinjaman hingga Juli 2022 sebesar Rp45,73 triliun atau tumbuh 88,84% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, dengan tingkat keberhasilan bayar terjaga di angka 97,33%, yang artinya rasio kredit bermasalah atau NPL cukup baik yaitu hanya 2,67%.
Kuseryansyah berharap, melalui kegiatan bersama para guru ini akan semakin banyak masyarakat yang teredukasi, sehingga manfaat fintech pendanaan sebagai solusi akses keuangan produktif dapat dirasakan seluas-luasnya dalam mendukung produktivitas mereka sebagai modal kerja maupun usaha.
“Mari kita kampanyekan bersama pintar dengan pinjol berizin, dan waspada pinjol ilegal,” pungkas Kuseryansyah.