Bank Indonesia bakal menerbitkan Rupiah Digital yang bakal diluncurkan sebelum tahun 2023. Namun, rencana ini disebut bakal mengancam eksistensi bank swasta termasuk bakal memicu krisis keuangan.
Belum lama ini bahkan, Bank Indonesia telah menerbitkan buku
panduan (white paper) dari Rupiah Digital yang meliputi rancangan bentuk maupun
konsep digital dari mata uang ini.
Hal ini disampaikan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia,
Doni P Joewono yang kian menegaskan kesiapan pemerintah dalam hal ini Bank
Indonesia untuk merilis uang rupiah digital tersebut.
Mengenal Rupiah Digital
Dalam paparan Bank Indonesia, Rupiah digital adalah mata
uang rupiah dalam bentuk digital bank sentral Indonesia (BI) atau Central Bank
Digital Currencies (CBDC).
Sejauh ini, Bank Indonesia juga masih terus mempelajari dan
menganalisa dampak dari penerbitan CBDC ini termasuk terhadap eksistensi bank
swasta, bank digital maupun startup yang telah lebih dulu menghadirkan uang
elektronik (cashless).
Baca Juga: Panduan Belajar Forex untuk Trader Pemula
Tujuan Penerbitan CBDC
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Doni P Joewono bahkan
menyebut sejumlah keunggulan dari mata uang digital ini yang dianggap lebih
bebas resiko dalam hal proses transaksi digital.
Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk memitigasi faktor
resiko non sovereign digital currency, mempercepatan proses inklusi keuangan
hingga ketersediaan instrumen kebijakan moneter baru berbasis digital.
Perbedaan CBDC dan Uang Elektronik dan Dompet Elektronik
BI juga menegaskan bahwa rupiah digital memiliki perbedaan
yang cukup signifikan dengan uang elektronik, dompet elektronik hingga kartu
kredit.
Karena, konsepnya, mata uang digital ini diterbitkan langsung
oleh BI selaku bank sentral, bukan bank umum maupun perusahaan non bank
(startup).
Rupiah Digital Bakal Memicu Krisis Keuangan?
Pasca dikeluarkannya rencana mata uang rupiah digital ini,
dana moneter internasional (IMF) menilai jika CBDC bakal mengancam keberadaan
bank umum hingga memicu krisis keuangan dalam skala yang lebih luas.
Meskipun secara teknologi, rupiah digital dianggap lebih
efisien dan selaras dengan terobosan finansial berbasis teknologi, namun IMF
menilai keberadaan mata uang digital ini bakal membuat nasabah yang
mendepositokan uangnya di bank umum untuk mengalihkan dananya ke CBDC.
Kondisi ini yang bakal membuat likuiditas modal bank umum
bakal terganggu hingga bakal memicu krisis di level bank umum maupun swasta
secara langsung.
Kondisi ini juga bakal memicu persaingan yang lebih ketat di
level bank swasta untuk berlomba-lomba menawarkan bunga deposito yang lebih
tinggi sebagai opsi agar dana nasabah tetap disimpan.
Karenanya, IMF menilai apa yang hendak dilakukan oleh Bank
Indonesia untuk benar-benar mempertimbangkan formulasi secara tepat ketika
menerbitkan mata uang rupiah digital ini.
Jaminan Keamanan Rupiah Digital
Dibalik berbagai kesiapan penerbitan CBDC, sambil menunggu
situasi ekonomi itu pula, Bank Indonesia sudah mengantisipasi kemungkinan
resiko keamanan untuk melindungi rupiah digital dari serangan peretas.
Beberapa upaya yang bakal dilakukan untuk menjamin keamanan
CBDC ini adalah dengan mengadopsi teknologi mata uang digital yang sudah
diterapkan oleh negara lain seperti China dan Amerika hingga membentengi mata
uang digital ini dengan firewall.
Seperti diketahui, jauh sebelum rencana ini dikeluarkan
sejumlah negara sudah menerbitkan mata uang digital seperti China, Swedia
dengan dengan e-krona sejak tahun 2017 lalu, hingga beberapa negara lain
seperti Rusia dan Jepang yang tengah dalam proses uji kelayakan.